Alih-alih Kerugian Negara Hasil Audit BPKP Perwakilan Lampung Merugikan Warga Terdampak Bendungan Marga Tiga
LAMPUNG TIMUR – Dalam proses ganti rugi dampak pembangunan bendungan Marga Tiga masyarakat jadi korban yang mana dengan dalih kerugian negara, melalui Audit BPKP yang melakukan pemangkasan pembayaran terhadap tanam tumbuh warga terdampak.
Hasil kerja tim audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Lampung terkait ganti rugi lahan dan tanam tumbuh atas dilaksanakannya proyek strategis nasional berupa pembangunan bendungan di Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur, sebagaimana tertuang dalam laporan hasil audit nomor: PE.04.03/LHP-551/PWO8/5/2022 tanggal 19 Desember 2022, memang banyak memberangus hasil kerja KJPP dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi warga desa terdampak.
Setidaknya ada 66 warga yang “dipreteli” hak ganti ruginya oleh tim audit BPKP Perwakilan Sedangkan mereka (BPKP) hanya mengandalkan Drone foto satelit dalam menyimpulkan kondisi lapangan. Dan saat ini, masyarakat Desa Trimulyo yang merasa dirugikan oleh hasil kerja BPKP tengah mengkancah kemungkinan melakukan langkah-langkah hukum.
Di kutip dari Media online KBNI News Menurut pendapat seorang dosen di salah satu universitas Swasta di Lampung, Rabu (12/6/2024) malam, BPKP sebenarnya merupakan lembaga konsultasi dan pengawasan. Sehingga seharusnya institusi ini harus intens bekerja di perencanaan sebelum anggaran dijalankan dan mengawasi pelaksanaan anggaran bersangkutan.
“Jadi, kalau terjadi penyimpangan, seharusnya BPKP yang lebih dulu harus diperiksa,” kata dosen itu, seraya menambahkan, dalam praktiknya BPKP hanya mengaudit setelah timbul permasalahan dan atas permintaan APH
Dijelaskan, fakta ini bisa dilihat bagaimana seringkali BPKP “berani” dan tanpa malu-malu “mengoreksi” hasil audit BPK atau Inspektorat. Padahal seharusnya itu menjadi tanggung jawab mereka jika terjadi penyimpangan dalam penggunaan anggaran.
“Dalam konteks persoalan dalam pembangunan bendungan di Marga Tiga itu kelihatan sekali BPKP tidak melakukan konsultasi di awal dan tidak melakukan pengawasan. Mereka melakukan audit itu kan karena permintaan APH, dalam hal ini Polda Lampung. Bisa jadi, BPKP menyimpulkan hasil auditnya sesuai pesanan. Itu sebabnya mereka merasa tidak perlu turun ke lapangan,” urai dosen tersebut.
Pemberangusan jumlah uang ganti rugi yang dilakukan BPKP Perwakilan Lampung melalui hasil auditnya, memang tidak alang-kepalang. Kirmadi misalnya. Mewakili kelompok seharusnya ia menerima Rp.528.977.383;00. Namun dipangkas habis tinggal Rp.215.739.880;00. Yang Rp.313.237.503;00 lainnya dinilai sebagai potensi kerugian negara.
Apa alasan yang dituliskan BPKP? Ada empat point: koreksi tanaman musiman, tidak teridentifikasi bangunan, sanggah fiktif tanaman, dan tanaman serta perikanan setelah penetapan lokasi (penlok).
Nasib yang sama dialami Sugiyatman. Akibat kerja tim audit BPKP Perwakilan Lampung, ia yang semula dinyatakan menerima ganti rugi Rp 279.376.800, hanya mendapat Rp 111.017.800. Itupun sampai tanggal 19 Desember 2022 lalu sebagaimana laporan BPKP, masih dipending di BRI Cabang Metro.
Sedangkan Sutrisno mengalami pemangkasan ganti rugi sebanyak Rp 349.340.800. Semula berdasarkan hasil audit KJP, ia semestinya memperoleh Rp 470.078.100, namun oleh BPKP dijadikan Rp 120.737.300 saja.
Yang sangat mengenaskan adalah Sukirdi. Mewakili kelompoknya, semula ia dinyatakan berhak menerima ganti rugi sebesar Rp 1.846.640.000. Oleh BPKP Perwakilan Lampung disimpulkan hanya menerima Rp 60.660.000 saja. Yang Rp 1.785.979.400 dinyatakan sebagai nilai potensi kerugian negara.
Nasib nelongso juga dialami Paiman dan kelompoknya. Betapa tidak. Sesuai hasil audit KJP yang turun langsung ke lapangan, semestinya ia dan kelompoknya memperoleh ganti rugi Rp 2.168.471.100. Namun oleh BPKP ditetapkan angka Rp 289.749.200 saja.
Tugimin yang seharusnya menerima ganti rugi Rp 93.147.000, dibuat oleh BPKP hanya memperoleh Rp 84.300.000. Sedangkan Sudiyono dan kelompoknya yang semula berhak mendapat Rp 154.386.060, hanya memperoleh Rp 25.800.000.
Harus diakui, akibat kerja tim audit BPKP Perwakilan Lampung, banyak masyarakat terdampak pembangunan bendungan Marga Tiga yang “menjerit”. Ditambah semakin maraknya praktik percaloan dan “intimidasi” dari berbagai pihak.
Lalu siapa saja warga yang disita oleh APH dana ganti rugi yang diterimanya? Jumlahnya sangat banyak. Dan jumlahnya lebih dari Rp.10 miliar.(lebih sepuluh milyar rupiah) Benarkah demikian?, Untuk mengetahui kebenarannya tunggu edisi selanjutnya.(Raja)