LSM PRO RAKYAT Bongkar Skandal MBG : Dari Makanan Basi, Kurang Matang, Keracunan Anak di Sekolah, hingga Dugaan Pelanggaran Hukum

BANDAR LAMPUNG, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digembar-gemborkan Pemerintah, Presiden Prabowo, yang bertujuan sebagai solusi pemenuhan gizi anak sekolah, yang bertujuan baik, kini berubah menjadi sorotan tajam publik. Alih-alih menyehatkan generasi muda, fakta di lapangan menunjukkan adanya makanan basi, lauk setengah matang, hingga kasus keracunan yang menimpa siswa.
Ketua Umum LSM PRO RAKYAT Aqrobin A.M didampingi oleh Sekretaris Umum Johan Alamsyah, S.E Sabtu (27/9/2025) di kantor LSM PRO RAKYAT Pahoman Bandar Lampung, menegaskan:
” MBG seharusnya menyehatkan anak sekolah, bukan membuat mereka sakit. Faktanya ada makanan basi, nasi berair, lauk tidak matang, bahkan keracunan menunjukkan kelalaian serius. Kami menilai ada masalah besar dalam pengawasan dan pertanggungjawaban program ini. Jangan sampai tujuan baik pemerintah berubah tujuan menjadi mengambil uang rakyat, sehingga MBG hanya jadi proyek asal-asalan.”
Sekretaris Umum LSM PRO RAKYAT Johan Alamsyah, S.E menambahkan :
” Berapa sebetulnya standar minimal kalori per porsi per anak sekolah, apakah 400–600 kkal sekali makan, atau sesuai kebutuhan harian ±2100–2500 kkal. Dan ada kah Standar Minimal Pelayanannya. Pertanyaannya, apakah benar menu MBG memenuhi standar ini? Jangan-jangan hanya asal kenyang saja. Kegiatan jalan, uang dapat, selesai. Atau yang penting hari ini ada menu. Apakah petugas yang telah dididik sudah paham dan tahu dengan apa yang harus dikerjakannya? Ingat, kalau sampai anak keracunan, negaralah yang wajib bertanggung jawab, tanpa diminta, Polda harus turun tangan, ini program nasional, harus paham itu.”
SOP Seharusnya ada dalam MBG dan wajib dijalani.
Program MBG idealnya mengikuti standar operasional yang ketat :
- Pemilihan Menu → disusun ahli gizi, memenuhi standar gizi seimbang.
- Pembersihan Bahan Baku → air bersih, bebas pestisida, tidak kedaluwarsa.
- Pengolahan Bahan Baku → proses masak harus higienis, sesuai standar dapur.
- Penyajian Per Porsi → berapa sebenarnya standar minimal 400–600 kkal atau 2.000an kalori lengkap karbohidrat, protein, sayur, buah.
- Distribusi ke Sekolah → menjaga rantai dingin (cold chain) agar makanan tidak basi.
Kemungkinan Kelalaian yang Menyebabkan Masalah :
- Bahan baku tidak segar/kedaluwarsa.
- Proses pencucian tidak higienis/tidak bersih.
- Lauk tidak matang sempurna karena masak tergesa-gesa.
- Distribusi terlambat hingga makanan basi di perjalanan.
- Menu tidak dikaji ahli gizi, hanya asal dibuat.
- SPPG dan sekolah lalai dalam pemeriksaan kualitas makanan sebelum dibagikan.
- Target kuantitas lebih diutamakan daripada kualitas.
Dari kejadian yang timbul, Siapa yang harus Bertanggung Jawab?
- Penyedia katering/pelaksana MBG → langsung bertanggung jawab atas mutu, gizi, dan higienitas makanan.
- SPPG (Satuan Pendidikan Penyelenggara Gizi) → memastikan menu sesuai standar kalori dan aman dikonsumsi.
- Sekolah → wajib memeriksa makanan sebelum disajikan ke anak.
- Pemda/Dinas Pendidikan → memastikan kontrak sesuai aturan dan mengawasi vendor.
- Pemerintah Pusat → bertanggung jawab atas kebijakan dan evaluasi nasional.
Keracunan MBG Bisa Dibawa ke Jalur Hukum
Pakar hukum dari Universitas Lampung, Dr. Andi Saputra, SH., MH., menyebut kasus keracunan akibat MBG bukan sekadar kelalaian teknis.
” Kasus keracunan MBG bisa langsung dibawa ke jalur hukum. Dari sisi pidana, penyedia katering maupun SPPG dapat dijerat Pasal 360 KUHP karena lalai hingga menyebabkan orang sakit. Selain itu, Pasal 135 UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengatur bahwa setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan pangan yang tidak memenuhi standar keamanan dapat dipidana hingga 2 tahun penjara dan denda Rp4 miliar. Dari sisi perdata, Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen memberi hak kepada korban untuk menuntut ganti rugi.”
LSM PRO RAKYAT, menyampaikan :
- Audit total seluruh rantai penyelenggaraan MBG dari dapur hingga distribusi.
- Transparansi publik siapa penyedia katering dan rekam jejaknya.
- Sanksi tegas hingga pencabutan kontrak bagi penyedia atau pengawas yang lalai.
- Pelibatan ahli gizi independen dan peranan Komite Sekolah dalam rangka pengawasan.
- Evaluasi menyeluruh agar MBG benar-benar menyehatkan, bukan mencelakakan anak.
Program MBG yang seharusnya menjadi solusi pemenuhan gizi anak bangsa, kini justru berpotensi menjadi skandal nasional. Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas, anak-anak sekolah bisa terus menjadi korban kelalaian sistemik yang mengancam kesehatan generasi masa depan.(***)