Banyak Lampu PJU Mati Di Kota Kalianda,Aktivis Muda Dimas Ronggo: Kadishub Lamsel Dinilai Tak Cakap,Dan Minta Segera Di Ganti

LAMPUNG SELATAN-Bertahun tahun lampu PJU di kalianda mati, menambah image kota kalianda kota yang sepi dan dianggap tak berkembang bahkan terkesan tertinggal dari daerah atau kabupaten lain yang ada di provinsi Lampung dengan aura horor gelap gempita dimalam hari.
Memang banyak variabel yang dapat dijadikan acuan bagi sebuah pusat kota yang di anggap atau dikategorikan masuk dalam klasifikasi kota besar atau pun kecil, namun ada juga dianggap kota mati, Salah satunya dari aspek dominan yang pertama dirasakan adalah dari aspek penerangan PJU malam hari dari sebuah kota, tentu suasana penerangan itu dapat menambah suasana lebih terlihat gemerlap ramai dan gembira, dari segi estetik dan manfaat penerangan pun dapat dirasakan langsung oleh masyarakat yang berada di kota tersebut, bisa menjadi pusat keramaian, mulai dari pelaku UMKM seperti pedagang, dan juga tempat bersantai atau nongkrong sambil menikmati jajanan dan suasana kota pada malam hari.

Padahal sejak jaman Belanda, Lampung Selatan memiliki daerah pusat administratif yang berada di Kalianda. Dan telah banyak melahirkan kabupaten baru yang dimekarkan dari kabupaten Lampung selatan,tetapi kenapa kabupaten baru pecahan dari Lampung selatan itu terlihat lebih pesat berkembang, juga memiliki tata kota yang lebih estetik, jauh meninggalkan kabupaten induknya sendiri, contoh saja Daerah kabupaten Pringsewu, Pesawaran dan lainya.seakan pusat kota, area area publik dan zona zona wisata mereka lebih lebih ramai dan gemerlap bila bandingkan dengan kota kalianda, ibu kotanya kabupaten Lampung Selatan.
Suasana gelap gempita yang menahun dikota kalianda ini jelas menjadi sorotan dan menuai komentar dari berbagai elemen warga kalianda, salah satunya dari aktivis muda, Dimas Ronggo Panuntun yang biasa di sapa bung DRP (35). Saat dimintai tanggapannya , Dimas mengatakan” sudah jelas lah bang, bila kita melihat maju atau tidak nya suatu daerah, semua itu bisa dicerminkan dari pusat kotanya, kalo gelap atau kelom kata orang Lampung, itu bisa disebut daerah tempat jin buang anak, istilahnya.
Wajar bila kita pertanyakan, apa yang sudah dikerjakan dan dibelanjakan uang APBD kita oleh pejabat dinas terkait (dishub),gak ada kok, nyatanya dari dulu tidak ada perubahan, begini begini saja tanpa ada perbaikan apalagi penambahan penerangan di area area vital,? padahal mereka punya kuasa, mulai dari perencanaan, hingga penggunaan anggaran, tinggal bagaimana pejabat itu sendiri, punya kesungguhan ada atau tidak niat baik untuk benar benar membelanjakan sesuai untuk kebutuhan fasilitas umum khalayak ramai, gak usah deh bicara gagasan,inovasi dan trobosan atau lainya, nonsen pejabat itu semua, apalagi ingin merubah keindahan tata kota dan sebagainya lah, intinya kita sudah tidak percaya lagi itu kadis.titik tegas aktivis muda tampan ini.
Karna menurut saya yang dibutuhkan saat dari seorang pejabat tu Idak hanya dari etos kerja dan disiplinnya saja bang, tapi lebih penting para pejabat dinas dilamsel memiliki rasa kepedulian dan hati yang benar benar punya rasa memiliki dan kecintaan terhadap daerah yang saat ini tempat mereka mencari makan dan kehidupannya.
Udah saat nya saat ini Lampung selatan maju jangan pakai lagi pejabat pejabat yang punya mental cuek atau bodo amat, bahkan mungkin dalam otak mereka ,istilahnya mau maju kek, mau tidak, mau terang mau gelap bodok amat, emang gw pikirin, kan gw tidak tinggal domisili atau tinggal di Kalianda,gw berangkat pagi, kerja, dapet duit, terus balik lagi pulang kerumah tempat gw di bandar Lampung sana. Mungkin itu yang ada di otak para oknum pejabat Lamsel saat ini,kita tidak anti pati terhadap orang luar, tetapi kita akan lebih simpati pejabat luar punya empati yang tinggi untuk memajukan Lampung selatan.pungkas Dimas dengan kesan raut geramnya.
Diketahui, laporan postur anggaran dinas perhubungan Lamsel yang tertera, untuk belanja bahan kantor alat listrik mencapai Rp.231 juta lebih, dan juga Rp .703 juta lebih. untuk anggaran rambu bersuar pengadaan LPJU mencapai Rp.336 juta lebih,belum lagi anggaran yang tidak sebanding terkesan di buat buat tanpa rincian arus listrik PJU yang terpakai dengan jumlah harga tarif perkilo wat nya yang harus dibayarkan sesuai jumlah penggunaan dan harga dasar tarif listrik,muncul setiap tahun dianggarkan
Sebesar.Rp.19 milyar lebih,tanpa ada rincian dasar perhitungan yang jelas.
Pasalnya para konsumen PLN pun ikut diwajibkan membayar untuk PJU yang ada dilampung selatan,bila kita melihat pada stiap struk atau slip pembayaran listrik milik konsumen yang include tercatat dalam tagihan listrik konsumen?
Atau ada modus lain dalam merumuskan tagihan yang mencapai hampir Rp 20 milyar itu, wajar bila patut diduga angka puluhan milyar itu seakan akal akalan yang dibuat oleh Pejabat terkait agar meraup nilai tambah pada pada UP untuk para oknum pejabat yang ada?, (Red).