Mengintip Indikasi Permainan Nakal Dalam Proses Ganti Rugi Lahan Tanam Tumbuh Bendungan Marga Tiga

LAMPUNG TIMUR – Dari hasil audit tim Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Lampung terkait ganti rugi lahan dan tanam tumbuh proyek pembangunan bendungan di wilayah kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur, bak antiklimaks dari seluruh proses yang telah dilakukan Oleh pihak pelaksana audit independen sebelumnya.
Dalam hasil audit, secara hukum ditemukan indikasi penyimpangan penggunaan anggaran.hal Itulah yang membuat Polda Lampung menetapkan beberapa tersangka serta kabarnya telah menyita uang Kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.

Namun sayangnya, demikian pernyataan beberapa warga Desa Trimulyo, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur, yang ditemui Awak media pada hari Kamis (13/06/2024), masih ada orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka akan tetapi masih bebas berkeliaran. Orang tersebut diduga memiliki “kartu truf”, sehingga aparat penegak hukum harus berpikir keras untuk mengandangkannya seperti halnya tersangka yang lain.
Disisi lain, masih banyak “para Joki atau makelar-makelar” yang tidak terjamah hukum, ataukah mungkin memang sengaja “dilepaskan”. Karna faktanya, meski tidak memiliki lahann ataupun tanam tumbuh, mereka berhasil mengais keuntungan yang tidak sedikit dari proses pemberian ganti rugi proyek bendungan tersebut.
Dengan adanya , salah satu sosok yang sempat disebut-sebut sebagai “pemain”,dan sosok tersebut bakal duduk di kursi DPRD Lampung Timur dari hasil menang pemilihan legislatif pada 14 Februari 2024 lalu. Diduga, ia menggunakan “hasil mop sana-sini” untuk dijadikan sebagai kos politik saat pemilu legislatif yang lalu.
Dari penelusuran awak media, diketemukan fakta, cukup banyak warga Trimulyo, kecamatan Sekampung, yang justru terpuruk akibat munculnya hasil audit BPKP Perwakilan Lampung atas besaran ganti rugi lahan beserta tanam tumbuh di atasnya. Dan, karena dinilai sebagai “kelebihan pembayaran”, maka dilakukan penyitaan terhadap uang yang seharusnya mereka terima sesuai keputusan awal dari kjpp
Merunut pada lampiran izin khusus penyitaan, terdapat puluhan nama warga Trimulyo, Sekampung, yang dana ganti ruginya diamankan pihak berwenang.
Misalnya yang dialami Misijo. Dana ganti ruginya sebesar Rp.208.004.700;00. menjadi sitaan. Lalu Sardi yang disita sebanyak Rp.765.205.506;00. dan Rajiman lebih besar, yaitu Rp.512.653.850;00. Sedangkan Yatimah dinolkan alias Pangkas habis uang ganti ruginya senilai Rp.2.097.603.500;00.
Sementara Sasmito Hadi pun turut mengalami hal yang sama. Karna uang ganti ruginya yang disita sebanyak Rp.195.250.000;00. Serta uang Kardi yang disita Rp.584.516.286;00. Lalu Jino juga menerima nasib serupa, uang ganti ruginya sebesar Rp.151.210.217;00. Turut disita.
Masih banyak lagi yang lainnya seperti Dana ganti rugi milik Usrek sebanyak Rp.377.992.192;00. Juga jadi barang sitaan kemudian Sarno kehilangan uang Rp.31.150.000;00. karena turut disita pula. Baidowi mengalami nasib sama. Uang ganti ruginya disita aparat senilai Rp.101.801.223;00.
Bahkan Uang ganti rugi yang sempat diterima Siman, juga turut tersita, dengan Jumlahnya Rp.119.291.300;00. Kemudian Carmitak kehilangan Rp.94.650.968;00. Ada lagi, Ratma disita uangnya senilai Rp.331.752.000;00. dan juga Ady Khazdik tak dapat mempergunakan uang ganti ruginya Rp.19.575.000;00. karena turut tersita.
Bahkan yang mengenaskan dialami oleh Winarno. Betapa tidak. Uang ganti rugi yang diterimanya sebesar Rp.517.735.500;00.harus menjadi sitaan. Begitu pula dengan Kasnuri. Uangnya pun disita senilai Rp.209.296.671;00. Serta Tukiran pun harus merelakan uang Hasil ganti ruginya disita aparat sebesar Rp.218.250.000;00.dan semua harus mengenyam pil pahit dalam hal ganti rugi lahan dan tanam tumbuh milik mereka.
Dan hal itu hanyalah sebagian kecil data warga desa Trimulyo, kecamatan Sekampung, yang dana ganti ruginya disita oleh aparat. Padahal, bendungan tersebut titiknya berada di Desa Negeri Jemanten, Kecamatan Marga Tiga, memiliki keluasan wilayah terdampak yang signifikan. Yaitu, selain wilayah Marga Tiga sendiri, juga Kecamatan Sekampung, Batanghari, dan Metro Kibang. seluruh wilayah tersebut telah “dibersihkan” demi terwujudnya dan terlaksananya proyek strategis nasional.
Kembali mengupas, berapa sebenarnya uang ganti rugi yang telah dilakukan penyitaan oleh APH terkait proyek bendungan di Marga Tiga ini? Bila mengacu pada surat Kapolres Lampung Timur, AKBP M. Rizal Muchtar, kepada Pimpinan Cabang PT Bank BRI Kota Metro, total keseluruhannya mencapai Rp.10.334.992.688;00.(sepuluh milyar tiga ratus tiga puluh empat juta sembilan ratus sembilan puluh dua ribu enam ratus delapan puluh delapan rupiah.Tertulis.
Hal tersebut tertuang dalam surat Kapolres Lampung Timur nomor: B/1212/XI/HUK.66/2023 dengan perihal: Pembukaan penundaan sementara pembayaran ganti rugi. Di dalam surat tertanggal 21 November 2023 yang ditembuskan ke Kapolda Lampung, Dir Reskrimsus Polda Lampung, dan Pimpinan PT Bank BRI Wilayah Lampung, hal itu diuraikan agar PT Bank BRI Cabang Metro membantu membuka penundaan pembayaran ganti rugi atas nama Tarwati dengan jumlah pembayaran sebesar Rp.207.547.158;00.
Dan juga dijelaskan, bahwa akan dilakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa uang dengan besarannya uang sebesar Rp.10.334.992.688;00. dipindahkan ke rekening penampungan barang bukti pada bank BRI dengan nomor rekening……atas nama RPL 017 PDT Reskrimum Polda Lampung.

Dan yang pastinya, ketika peristiwa dugaan tindak pidana korupsi telah ditangani aparat penegak hukum –dalam hal ini Polda Lampung-, warga Trimulyo, Sekampung, hanyalah pasrah atas nasib yang mereka terima. Meski tetap ada ganjalan atas penilaian besaran ganti rugi yang ditetapkan BPKP Perwakilan Lampung.
Warga terdampak bendungan Marga Tiga yang merasa “dikuya-kuya” oleh hasil audit BPKP Perwakilan Lampung hanya berharap: Polda Lampung bisa mengusut hingga ke akar-akarnya persoalan dugaan “pengaturan” hasil audit yang melibatkan banyak pihak. Karena bagi warga setempat: yang ditetapkan sebagai tersangka saat ini hanyalah “wayang” yang bernasib sial terpajang di panggung sedangkan “ Dalang ” tetap kuat bermain atas nama hukum.
Dengan bungkamnya pejabat BPKP Perwakilan Lampung yang enggan memberikan keterangan terkait dugaan hasil audit yang sarat dengan permainan ini, ketertutupan BPKP dalam persoalan ini, tidak lain karena memang diduga “ada sesuatu”. dan itu dipastikan akan terungkap walaupun entah kapan saatnya.(Raja)