Ratusan Masyarakat Kecamatan Batanghari Nuban Senam Bersama Ela-Azwar Hadi
Pemkab Tanggamus Tanggapi Pemotongan DD di 14 Pekon, Termasuk Pekon Suka Merna: Terkesan Lempar Tanggung Jawab ke Kementerian Keuangan dengan Dalil PMK 145
TANGGAMUS – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanggamus memberikan tanggapan terkait pemotongan Dana Alokasi Desa (ADD) di 14 pekon, termasuk Pekon Suka Merna, yang terjadi sejak tahun 2021 hingga 2024. Eko Didi Apriadi, Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Tanggamus, menyatakan bahwa pemotongan ini dilakukan karena adanya penyelewengan dana desa oleh beberapa mantan kepala pekon. Namun, tanggapan Pemkab ini dinilai oleh sebagian kalangan sebagai upaya “melemparkan persoalan” kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan, dengan dalil Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 145 Tahun 2021. Selasa (10 September 2024).
Eko Didi Apriadi menjelaskan bahwa pemotongan ADD di pekon-pekon yang terdampak, termasuk Pekon Suka Merna, dilakukan karena aturan dalam PMK 145 mewajibkan dana yang diselewengkan untuk dikembalikan. Meski proses hukum belum selesai atau inkrah, dana yang seharusnya berada di rekening pekon dianggap masih ada oleh Kementerian Keuangan, sehingga pemotongan tetap diberlakukan.
“Kami memahami bahwa masyarakat pekon sangat terdampak oleh pemotongan ini. Namun, aturan yang diberlakukan oleh Kementerian Keuangan sesuai PMK 145 mengharuskan pengembalian dana desa yang diselewengkan, dan pemotongan dilakukan langsung oleh pemerintah pusat,” ujar Eko.
Pernyataan Eko dan Pemkab Tanggamus dinilai oleh beberapa pihak sebagai upaya untuk melepaskan diri dari tanggung jawab atas masalah ini. Sebagian masyarakat merasa bahwa Pemkab seharusnya mengambil langkah lebih tegas dan proaktif dalam menyelesaikan persoalan ini, daripada hanya mengacu pada peraturan pusat.
Tudingan tersebut muncul karena Pemkab seolah-olah hanya berfokus pada PMK 145 dan PMK 146 tanpa memberikan solusi konkret untuk membantu pekon-pekon yang terdampak. Padahal, dampak dari pemotongan ini cukup signifikan, terutama terkait honor kader posyandu, guru ngaji, dan RT yang tidak bisa dibayarkan serta tertundanya sejumlah proyek pembangunan.
“Pemkab seharusnya berperan lebih aktif dalam mencari solusi alternatif untuk mengurangi beban masyarakat yang terdampak oleh pemotongan ini, bukan hanya melemparkan permasalahan ke Kementerian Keuangan dengan alasan peraturan,” kata salah satu tokoh masyarakat di Tanggamus.
Meski Pemkab Tanggamus mengaku sudah mengajukan permohonan penghentian pemotongan ke Kementerian Keuangan melalui KPPN Bandar Lampung, namun hasilnya belum terlihat signifikan. Hingga kini, pemotongan dana desa tetap dilakukan dan belum ada kepastian mengenai penghentian lebih lanjut.
“Permohonan ke Kementerian Keuangan sudah kami kirimkan, tapi aturan PMK tetap berlaku. Kami hanya bisa menyarankan pekon untuk melakukan musyawarah guna menyusun ulang anggaran dan menjelaskan situasi kepada masyarakat,” ungkap Eko.
Dengan kondisi tersebut, Pemkab Tanggamus dinilai belum sepenuhnya menunjukkan langkah konkrit di lapangan untuk menangani langsung persoalan dampak pemotongan dana ini. Sejumlah pihak mengharapkan Pemkab lebih aktif berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk mencari jalan keluar yang lebih baik bagi pekon-pekon terdampak, atau memberikan dukungan anggaran sementara dari sumber lain hingga masalah ini tuntas.
Pemotongan ADD di 14 pekon, termasuk Pekon Suka Merna, terus menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Banyak pihak yang menilai bahwa Pemkab Tanggamus terkesan hanya mengikuti peraturan dari pusat tanpa melakukan tindakan nyata untuk meringankan beban masyarakat. Penggunaan dalil PMK 145 oleh Pemkab dianggap sebagai bentuk “lempar tanggung jawab” kepada Kementerian Keuangan, sementara masyarakat berharap ada solusi yang lebih efektif dari pemerintah daerah.
(Team)